Tegal - Kampanye gerakan perubahan perilaku serta insentif kebijakan pemerintah memiliki peran sangat penting dalam mengubah perilaku ke arah yang benar untuk berfokus pada tujuan kota Tegal menjadi kota pertama di Indonesia yang berupaya mendorong pada kondisi ekonomi sirkular dengan optimalisasi daur ulang sampah.
Hal itu tersampaikan pada acara dialog virtual melalui aplikasi zoom meeting dengan mengambil tema besar Upaya Kelola Sampah Dan Daur Ulang Kota Tegal Dalam Mendorong Ekonomi Sirkular dan subtema Tujuan Kota Tegal Menjadi Kota Pertama di Indonesia yang Berfokus Pada Optimalisasi Daur Ulang, Senin dimulai pukul 13.50 Wib, (29/3/2021)
Terlibat dalam pembahasan tersebut, Direktur Kemasan Group, Wahyudi Sulistya, Wakil Walikota Tegal, HM Jumadi, ST, MM, Program Manajer Asoksi Daur Ulang, Hery Yusamandra serta dengan moderator Hanggara Sukandar, Sustainability Director Responsible Core Indonesia dan Edi Rivai, Chairman Responable Core Indonesia.
Ekonomi sirkular itu sendiri merupakan sebuah alternatif untuk ekonomi linier tradisional (buat, gunakan, buang) dimana kita menjaga agar sumber daya dapat dipakai selama mungkin, menggali nilai maksimum dari penggunaan, kemudian memulihkan dan meregenerasi produk dan bahan pada setiap akhir umur layanan.
Volume sampah yang tidak terkelola dengan baik dan banyaknya sampah yang berakhir di TPA masih menjadi permasalahan yang disebabkan oleh belum adanya optimalisasi dalam mengelola dan mendaur ulang sampah plastik di negeri ini. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Pemerintah Kota Tegal, tercatat bahwa setiap hari warga Kota Tegal menghasilkan hingga 250 ton sampah, di mana 30% diantaranya merupakan sampah plastik, sebesar 214-ton total timbunan sampah, serta 16 ton volume sampah anorganik. Dari jumlah tersebut, yang saat ini
mampu dikirim ke industri daur ulang baru 10% dan sisanya berakhir di TPA.
Muhammad Jumadi selaku Wakil Walikota Tegal, menyampaikan bahwa dengan adanya pusat
daur ulang sampah diharapkan akan membantu mengurangi besarnya volume sampah, terutama
sampah plastik ke TPA, dan juga mampu berperan dalam mencapai ekonomi sirkular.
"Saat ini program pengelolaan dan daur ulang sampah sudah dilaksanakan di TPS 3R kelurahan Mintaragen. Untuk kedepannya, Kota Tegal menargetkan program ini juga dapat dilaksanakan pada tingkat rumah tangga, sehingga diharapkan hanya sampah-sampah residu yang tidak dapat diolah saja yang akan berakhir di TPA. Melalui edukasi yang tidak pernah putus, kami memaparkan kegiatan-kegiatan daur ulang sampah, misalnya cara mendaur ulang sampah plastik menjadi kerajinan tangan.” Ujar Jumadi.
Sementara menanggapi Masih banyaknya anggapan yang beredar di masyarakat bahwa produk ramah lingkungan merupakan produk yang dapat terurai secara alami, sehingga hal ini menggiring masyarakat berasumsi bahwa produk yang tidak dapat terurai secara alami merupakan produk yang tidak ramah lingkungan, Wahyudi Sulistya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) menjelaskan.
“Masyarakat tidak bisa mengandalkan alam atau lingkungan untuk mengurai sampah plastik. Mulai dari diri sendiri, bisa dari skala rumah tangga. Pada kondisi seperti sekarang, masyarakat harus belajar untuk mengelola, memilah-milah jenis
sampah dan juga mendaur ulang sampah plastik untuk turut mendorong ekonomi sirkular.” Jelasnya.
Senada dengan pernyataan Wahyudi, Hery Yusamandra, Program Manajer dari Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), menjelaskan bahwa saat ini teknologi sudah semakin canggih dengan ketersediaan mesin yang dapat mengolah sampah plastik dalam waktu yang singkat menjadi produk baru, misalnya briket melalui mesin predator sampah yang sudah dijalankan oleh pusat daur ulang sampah plastik Kota Tegal.
Sementara Edi Rivai Chairman dari Responsible Care® Indonesia yang mewakili Responsible Care® Indonesia (RCI), sebagai salah satu organisasi pendukung program “Yok Yok Ayok Daur Ulang!”, memaparkan tujuan ekonomi sirkular melalui upaya pengelolaan dan daur ulang sampah.
“Ekonomi sirkular bertujuan untuk memaksimalkan siklus penggunaan material untuk meminimalisir produksi sampah dengan recovering dan menggunakan kembali berbagai macam produk dan material berulang kali secara sistematik, ” Papar Edi.
Edi kembali menjelaskan bahwa benar adanya jika penerapan pengelolaan dan daur ulang sampah plastik di Indonesia memiliki berbagai tantangan, mulai dari hal teknis dimana penggunaan multi-material membuat sulit untuk didaur ulang, infrastruktur yang masih minim, kebiasaan konsumen yang masih buruk, dan juga regulasi pemerintah kontra produktif. Maka dari itu, implementasi daur ulang sampah bisa dimulai dari pemilihan sampah yang berasal dari sumbernya.
“Implementasi Zero Waste Office Management pada Head Office dan Pabrik bisa dilakukan untuk
mengurangi sampah yang tidak terkelola dan kemudian menumpuk di TPA. Sampah yang telah terpilah akan dikumpulkan dan dikelola secara terpisah sesuai dengan jenis material masing-masing. Adapun sistem ini telah dijalankan oleh salah satu anggota RCI dan tercatat bahwa pada periode Januari - September 2020 berhasil mengurangi sampah sebanyak 53% ke TPA, ” Tutup Edi.
Kota Tegal sendiri sudah memiliki mesin daur ulang atau Predator sampah yang mampu mengolah 20 ton sampah basah setiap harinya. Mesin tersebut saat ini terletak di TPS 3R kelurahan Mintaragen, kecamatan Tegal timur, kota Tegal yang sudah beroperasi dan menghasilkan briket. (*** / Anis Yahya)